Friday, April 14, 2006

 

Syukur Membawa Nikmat


Antin menatap tulisan pada mushaf kecil yang ia baca. Ketika ia terhenti pada ayat ketujuh surat Ibrahim yang artinya kurang lebih demikian “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

Sudah menjadi rutinitas dalam kesehariannya, selepas sholat Subuh ia menyempatkan diri membaca Al Quran. Ia bahkan membuat target sendiri. Sehari ia menyelesaikan 1 juz atau sekurang-kurangnya 10 halaman. Disamping ia menyempatkan untuk menelaah artinya dan membaca tafsir Ibnu Katsir yang ia miliki. Antin memang memiliki jadwal rutin dan khusus untuk memupuk iman. Disamping shalat ia rajin mengaji, membaca buku-buku agama dan juga mengajarkan bila ada kesempatan.

Ia merenungi keadaannya. Sungguh banyak nikmat yang ia rasakan. Pekerjaan yang ia geluti, penghasilan yang ia dapatkan, keluarga yang harmonis, lingkungan sosial yang baik. Ia dikaruniai kecerdasan, prestasi yang cukup banyak, ilmu dan wawasan yang luas. Ia juga memiliki teman-teman yang baik. Apalagi sejak kehadiran Bang Idris yang menjadi pembimbing ruhani di kantor mereka. Teman sekantornya, Panji, sekarang rajin mendalami ilmu agama dengan bimbingan Bang Idris. Ia juga merasakan rejeki yang begitu banyak. Sungguh besar nikmat Allah, pikirnya.

Karena itulah ketika membaca ayat tersebut ia tercenung, dan berulang kali ia baca, ia resapi maknanya. Tidak ada kekurangan dalam dirinya.

Ia ingat kisah seorang seorang penjual peuyeum, makanan khas Jawa Barat. Ketika ia hendak pergi ke pasar, pikulannya patah di tengah sawah. Dagangannya berserakan hingga tinggal beberapa saja. Sesampai di jalan raya, ternyata mobil angkutan yang biasa membawanya ke pasar telah lewat. Ia kesal. Namun beberapa saat kemudian ia dnegar kabar mobil pick up yang membawa rombongan pedagang mengalami kecelakaan, jatuh ke jurang, semua penumpangnya meninggal. Pedagang itu merasa bersyukur tidak jadi ikut mobil angkutan tersebut.

Di tempat lain ada seorang penebang kayu yang senantiasa bersyukur dengan apa yang ia usahakan. Ia senantiasa bersikap jujur dan rela membantu sesamanya. Ternyata berkat kesabarannya ia makin lama usahanya makin maju sehingga ia bisa naik haji dengan hasil usahanya.

Antin menyadari sepenuhnya bahwa jiwa yang senantiasa bersyukur akan diliputi ketenangan. Batin yang qanaah akan diliputi ketentraman. Ia juga merasakan limpahan nikmat yang selalu ia terima hari demi hari. Kemudahan dalam pekerjaan. Hubungan dengan sesama yang harmonis. Adalah wujud kesyukuran. Sebagaimana janji Allah, manusia yang bersyukur, maka bagianya kenikmatan yang berlimpah. Syukur nikmat!
(karimun/jm)

Comments: Post a Comment

<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?