Friday, April 14, 2006
Sinar Ketulusan
Hari Sabtu-Minggu kemarin saya diundang sebagai pembicara pada pelatihan yang diadakan oleh sebuah organisasi politik di Karimun. Training for Trainers. Yaitu pelatihan untuk para guru, pendidik, pembina pengajian, pembina remaja masjid dan para mentor. Ada sekitar 30 orang laki-laki dan perempuan mengikuti pelatihan ini. Dan saya didaulat untuk mengisi beberapa materi sekaligus, termasuk motivasi dan team building.
Acara ini sungguh berbeda. Dan pemandangannya sangat kontras.
Pesertanya, saya yakin mereka adalah orang-orang yang memiliki kualitas spiritualitas yang kuat. Dalam arti mereka adalah pelaku-pelaku pembinaan akhlak dan agama. Semua peserta yang perempuan memakai jilbab. Dan yang laki-laki hampir penampilannya terlihat santun, berwibawa dan kelihatan sekali wajah intelektualnya. Sebagian diantara peserta adalah ibu-ibu muda yang membawa serta anak bayi dan balita mereka. Bahkan ada juga yang sedang mengandung. Barangkali sebentar lagi melahirkan.
Kekontrasan terlihat jika dibandingkan dengan lokasi acara. Sebuah hotel bintang 1 cukup mewah untuk ukuran kota ini. Pemandangan di lobby hotel, di koridor terlihat sangat memprihatinkan. Beberapa orang perempuan lalu lalang keluar masuk kamar hotel. Pakaian mereka sangat berbeda dengan peserta pelatihan ini. Wanita-wanita itu berpakaian ‘seadanya’ saja. Bahkan dengan tanpa malu-malu mereka akrab dengan laki-laki yang bukan berwajah Indonesia. Sebagian pintu kamar dibiarkan terbuka dan dengan suara yang cukup keras mereka terdengar bercanda, berteriak dan tertawa. Di seberang hotel ini sebuah diskotik ternama, disamping hotel ada tempat karaoke dan jasa pijat. Sungguh kontras.
Salah satu materi yang saya sampaikan adalah teknik presentasi. Namun sebelumnya saya memutarkan sebuah film pendek yang memberikan motivasi kepada mereka tentang profesi yang mereka jalani. Bahwa mereka bukan sekedar guru atau pendidik. Bahwa mereka bukan hanya konselor yang menampung keluh kesah orang lain, atau mentor yang membimbing anak-anak remaja. Lebih dari itu mereka adalah para agen perubah. Karena yang mereka bentuk bukan hanya individu, namun mereka sedang membangun peradaban. Dengan memaknai profesi secara benar, maka sesungguhnya mereka sedang melakukan pekerjaan besar, bahkan jauh lebih besar dari seorang kepala daerah. Karena mereka sedang menyiapkan generasi, menyiapkan kader pemimpin negeri ini.
Terlihat kesungguhan seluruh peserta. Beberapa peserta yang wanita kadang-kadang disibukkan dengan tangisan anaknya yang memang telah disediakan ruang khusus untuk anak-anak mereka. Sama sekali tidak terlihat wajah kelelahan atau sikap merasa terganggu oleh anak-anak mereka. Semua peserta juga memahami hal ini. Mereka rupanya telah terbiasa dengan hal ini. Keakraban semua peserta terlihat ketika jeda. Mereka bercanda. Namun tidak berlebihan. Mereka saling menghormati namun juga terlihat sangat akrab. Sungguh pemandangan luar biasa bagi saya. Saya seperti berada dalam kerumunan para rahib atau ulama. Mereka sopan, santun, saling menghargai, antusias, semangat, cerdas dan menikmati pelatihan ini.
Ketika saya gali dari mereka, ternyata kuncinya adalah ketulusan. Inilah yang menjadi motivasi mereka selama ini. Tulus dalam mengajar anak didik mereka. Tulus dalam mendidik anak-anak mereka. Tulus dalam menuntut ilmu. Dan mereka pun tulus untuk membuat perubahan.
Salah satu harapan mereka adalah agar kelak generasi yang mereka bina tidak seperti pemandandangan yang mereka lihat di sekeliling mereka saat ini. Sungguh sebuah cita-cita besar yang disampaikan dengan kesederhanaan. Sebuah ketulusan.
(karimun/jm)
~ dalam keterharuan karena bertemu para ‘utusan’ Tuhan. Memang benar mereka adalah pahlawan yang sesungguhnya, meskipun tanpa tanda jasa.