Friday, April 14, 2006
Agar Hidup Lebih Hidup
Panji terdiam membaca surat itu. Kemudian ia melipatnya kembali, memasukkan ke dalam amplop lalu menyimpannya di laci. Merebahkan diri ke tempat tidurnya. Ia membayangkan ungkapan dari ayahnya melalui surat yang baru saja ia baca.
Ayahnya bercerita tentang kawan sekolah Panji yang bekerja di sebuah instansi yang mengurusi keuangan telah membangun rumah di kampungnya. Ia juga membelikan kendaraan untuk adik-adiknya. Rumah orangtuanya telah dipugar jauh hari sebelum ini. Hampir setiap pulang ke kampung selalu membelikan barang baru untuk keluarganya.
Tetangganya yang baru lulus kuliah 2 tahun lalu diterima bekerja di instansi lain di departemen keuangan juga. Malah di tempat yang lebih ‘basah’. Ia juga telah membangun rumahnya, membeli mobil dan sering mengirim uang ke orangtuanya dalam jumlah yang tidak sedikit.
Ayah Panji mengingatkan bahwa mereka menginginkan Panji juga ‘sukses’ seperti mereka. Berhasil seperti yang diinginkan banyak orang tentang dirinya.
Sukses. Sebuah kata yang mudah diucapkan dan menjadi cita-cita semua orang. Namun Panji masih merenungi makna sukses yang hakiki. Apakah seperti yang diharapkan ayahnya dan sebagian besar orang. Bahwa orang sukses adalah jika berhasil mengumpulkan harta yang banyak. Atau membangun rumah yang memadai, memiliki kendaraan, menyimpan tabungan dan deposito yang cukup.
Lalu bagaimana dengan dirinya? Yang sudah hampir 10 tahun bekerja. Di perusahaan yang bonafit lagi. Nyaris belum ada harta yang ia miliki. Sampai saat ini ia masih saja tinggal di kontrakan. Ia memang pernah memiliki mobil, tapi sudah ia jual untuk biaya perawatan ibunya waktu itu. Hanya sepeda motor butut yang ia pakai sekarang. Ia belum juga memiliki rumah satupun. Padahal teman-temannya telah memiliki rumah yang cukup megah, kendaraan dan juga kehidupan yang layak sebagaimana orang yang berkecukupan.
Panji ingat Bang Idris. Ia terlihat bahagia hidup bersama keluarganya. Tiga orang anaknya yang masih kecil tampak cerdas dan sehat. Ia sering menjumpainya sedang naik motor bersama keluarganya. Seorang putrinya duduk di depan, seorang lagi di tengah-tengah dan yang paling kecil digendong Kak Ani, istrinya. Mereka tampak bahagia sekali. Hampir tidak ada keluhan dalam hidup mereka. Meskipun ia tahu, penghasilan Bang Idris mungkin tidak sebesar yang ia dapatkan. Bang Idris masih sempat mengajak keluargnya rekreasi ke pantai disela-sela kesibukannya mengajar ngaji dan berdagang. Kak Ani juga memiliki jadwal yang padat membina pengajian. Mereka bahkan tidak segan membantu tetangga dan orang lain yang memerlukan.
Hingga suatu hari Panji mengungkapkan isi hatinya kepada murabbi-nya itu. Dengan kalem Bang Idris mengatakan “Kesuksesan yang paling penting adalah ketika kita nanti mampu menginjakkan kaki kita di surga.” Bang Idris menambahkan bahwa kehidupan di dunia adalah sarana menuju keabadian. Bekerja, mencari nafkah dan beramal saleh. Semuanya adalah ibadah.
“Karena itu bagi Abang, yang paling penting adalah bagaimana dalam hidup ini, kita menjadi orang yang paling bermanfaat bagi orang lain. Inilah hakikat misi hidup kita. Dan inilah makna kehidupan yang sesungguhnya. Dan inilah kesuksesan.”
“Bekerja dengan baik, memberikan hasil yang optimal. Mencapai target penjualan. Menyelesaikan permasalahan orang lain, meraih prestasi di semua sisi kehidupan. Itu semua adalah sarana kebaikan. Bahkan bernilai ibadah jika niat kita lurus. Dan hasilnya semua itu bukan hanya kita dapatkan di dunia dengan imbalan, namun yang penting adalah pahala kebaikan di akhirat nanti”
“Lalu, bagaimana kesuksesan di dunia?” tanya Panji. “Ibarat menanam padi, pasti akan tumbuh rumput. Sebaliknya, menanam rumput, belum tentu tumbuh padi, iya kan?” jawab Bang Idris filosofis.
Panji memahami. Inilah yang menjadikan kehidupan Bang Idris begitu dinamis. Tanpa ambisi yang berlebihan namun ia menjalani dengan penuh semangat semua aktivitasnya. Ia menjadikan seolah kehidupan menjadi lebih hidup. Tentu saja dengan kekokohan spiritual yang dimiliki Bang Idris. Panji memiliki jawaban makna kesuksesan.
(karimun/jm)