Wednesday, March 29, 2006
Memaknai Kegagalan
Ketika kesebelasan Perancis harus kandas di babak penyisihan putaran final Piala Dunia 2002 beberapa waktu lalu hampir seluruh penggemar bola merasa kaget dan tercengang. Kesebelasan tangguh sekaligus juara bertahan itu harus menelan pil pahit kekalahan dan harus segera angkat kaki dari arena paling bergengsi di dunia dalam hal permainan bola sepak itu. Nasib serupa juga harus menimpa tim tangguh lainnya, Argentina dan Italia. Belanda bahkan mengalami nasib lebih buruk lagi, tidak lolos ke putaran final.
Dari arena yang sama, ketika Jepang gagal melangkah ke babak perempat final tidak ada kecaman dari para pendukung tim ini, apalagi tangisan atas kekalahan. Bahkan beberapa pemain Jepang masih menunjukkan senyum persahabatan kepada tim Turki yang mengalahkannya di babak enambelas besar. Sang pelatih dengan bangga memuji pemain-pemain Jepang yang telah bermain dengan sangat baik sekaligus mengucapkan selamat atas prestasi yang diraih tim ini. Memang ini adalah kali pertama Jepang mampu melangkah ke babak kedua putaran final Piala Dunia. Sikap ‘menerima’ kekalahan seperti ini juga terjadi pada kesebelasan Paraguay dan Tunisia.
Penerimaan seseorang dengan kegagalan yang dialaminya akan berbeda-beda tergantung kepada standar masing-masing. Ada seorang yang menganggap kegagalan yang dialaminya sebagai suatu hal yang menyedihkan bahkan sangat menyesakkan. Namun ada juga orang yang bisa menerima kegagalan yang dialami bahkan dalam suatu titik tertentu menganggapnya sebagai prestasi. Sebagaimana kekalahan yang dialami kesebelasan Jepang, karena dapat bertanding di babak enambelas besar adalah salah satu prestasi gemilang bagi kesebelasan setingkat Jepang.
Dan diantara tipe-tipe manusia ada yang menganggap sebuah kegagalan adalah akhir segalanya. Ada yang menganggap bahwa dengan kegagalan tidak ada lagi harapan untuk memperbaharuinya. Bahkan banyak kasus yang terjadi kota-kota besar beberapa orang nekad melakukan bunuh diri sebagai jawaban atas permasalahan yang dihadapinya. Masalah, kekalahan, kegagalan dan problematika kehidupan lainnya dianggap sebagai hal yang memalukan dan tidak termaafkan.
Gagal dan putus asa akan menimbulkan sakit hati dan perih yang menyesakkan. Sedangkan semangat dan kesabaran akan menumbuhkan motivasi perjuangan yang luar biasa. Dan orang-orang yang berhasil bukanlah orang-orang yang tidak pernah terbentur pada dinding kegagalan. Namun mereka adalah orang-orang yang mampu merubah kegagalan dan kekalahan menjadi sumber motivasi keberhasilan dan menjadikannya pijakan untuk melangkah pada tahapan kemenangan selanjutnya. Karena tulah kita dapatkan sejarah kepahlawanan seseorang bukan lahir dari semata-mata keberhasilan mereka dalam perjuangan namun lebih pada bagaimana mereka berhasil mengartikan kegagalan.
Arti dari semua itu adalah semestinya kita sadar bahwa pada tingkat tertentu kita akan menemui kegagalan dan pada tingkatan berikutnya kita berhasil lagi. Kemudian gagal dan kemudian berhasil lagi. Itulah hukum perputaran roda kehidupan. Dan Allah telah mengajarkan kepada kita tentang makna kegagalan dan perlunya kesabaran lalu bangkit untuk melakukan perbaikan. Demikian juga Allah telah memotivasi kita bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan akan ada kemudahan. Maka sesungguhnya sesudah kesulitan akan ada kemudahan.
(karimun/jm)